Sherlock Holmes dan Open Source
Sebuah karya fiksi ciptaan Sir Arthur Conan Doyle
memang telah menggema lama menjadi cerita yang spesial bagi masyarakat
di seluruh dunia. Cerita mengenai Sherlock Holmes, detektif kenamaan
dari Inggris yang selalu membuat terpesona para pembaca untuk menyelami
lebih dalam kasus setiap kasus yang telah dirangkum dengan apik oleh
seorang Sir Arthur Conan Doyle.
Dalam berbagai cerita-cerita tersebut, Sherlock
Holmes merupakan seorang detektif yang tidak biasa, Dia selalu mempunyai
intuisi unik dan juga trik-trik aneh. Setiap kasus yang telah ia
pecahkan, Sherlock hanya menggunakan fakta-fakta kecil yang sepertinya
tidak mungkin dapat dijadikan pemecah kasus. Namun, Sherlock Holmes
dengan keahliannya mampu memukau berbagai pihak walaupun fakta-fakta
yang digunakan untuk memecahkan kasus-kasus besar hanyalah sebuah
informasi kecil yang semestinya tidak ada gunanya untuk ditelaah lanjut.
Dari sini terdapat sesuatu yang menarik jika kita
membandingkan cerita Sherlock Holmes dengan sistem operasi maupun
aplikasi berlisensi Free dan Open Source. Sherlock
Holmes adalah orang yang sangat cerdik sekaligus pintar menggunakan
fakta-fakta kecil untuk menguraikan dan memecahkan misteri-misteri
besar, maka di sini kita bisa mengibaratkan bahwa seseorang pun dapat menggunakan sistem operasi maupun aplikasi Free dan Open Source untuk memudahkan dan menyelesaikan pekerjaan yang besar. Dan kenyataannya memang benar demikian.
Banyak masyarakat kita yang telah lama menjadi pecandu sistem berbasis proprietary lalu meremehkan sebuah sistem yang Free dan Open Source.
Mereka beranggapan akan sulit jika sebuah pekerjaan besar dikerjakan
dengan FOSS. Namun mereka tidak melihat kenyataan yang sebenarnya,
padahal saat ini FOSS banyak digunakan oleh perusahaan besar untuk
keperluan sistemnya, seperti aplikasi server perusahaan, database,
programming dan masih banyak lagi.
Bisnis di bidang desain grafis dan desktop publishing
juga demikian, masyarakat kita banyak yang beranggapan bahwa dengan
menggunakan software berbayar maka hasil desainnya akan lebih bagus dan
banyak yang terkesima sehingga konsumen akan lebih menyukai hasil desain
tersebut. Lagi-lagi tidak demikian, apa salahnya jika kita menggunakan
GIMP, Inkscape maupun Scribus untuk keperluan bisnis-bisnis seperti ini?
Ketiga FOSS tersebut sebenarnya juga tidak kalah dengan yang berbayar
dan tidak ada yang sulit jika masyarakat mau belajar untuk menggunakan
tiga software gratisan ini. Namun, akan sangat naif jika bisnis desain
grafis dan desktop publishing tersebut menggunakan aplikasi yang tidak berlisensi resmi atau nama bekennya adalah “bajakan”.
Belum lagi aplikasi office
yang biasa kita gunakan untuk keperluan komputasi perkantoran maupun
tugas sehari-hari. Pengguna Linux pasti mengenal OpenOffice.org maupun
Libre Office, aplikasi FOSS ini sama fungsinya dengan software proprietary
mahal yang banyak dipakai masyarakat. Semuanya akan lebih baik jika
kita menggunakan aplikasi berlisensi gratis dari pada mengupayakan
bajakan. Karena kita tahu, masih banyak pengguna komputer di Indonesia
yang menggunakan aplikasi berlisensi tidak halal ini.
FOSS menyediakan source code dan pengguna tidak dipungut sepeser pun biaya lisensi. Dengan source code,
pengguna dapat mengolah, mengembangkan dan memodifikasi FOSS kemudian
mendistribusikannya ke lain pihak. Karena gratis, maka pengguna pun
mempunyai banyak keuntungan, penghematan biaya dan rekomendasi yang baik
untuk digunakan sebagai bisnis.
Jadi sesuatu yang mahal memang tidak selamanya dapat menghasilkan sesuatu yang besar, namun bisa sebaliknya apabila kita memaksimalkan penggunaan sesuatu yang didapat secara gratis tapi kemudian menghasilkan sebuah karya yang besar, semua itu bergantung pada pengguna. Inilah pembelajaran dari sebuah karya Sir Arthur Conan Doyle. Kita sebagai pengguna Linux seakan-akan mendapat dukungan dari seorang Sherlock Holmes dengan fakta-fakta sederhananya.
Terimakasih kepada :
http://kahoda.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar